Lolosnya Dahlan dari 'Sengatan' Gardu Listrik

Suasana sidang praperadilan yang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terkait penetapan tersangka oleh Kejati DKI Jakarta, Senin (27/7/2015). (Liputan6.com/Helmi Afandi) 

Jakarta - Sunggingan senyum nampak di wajah pria berkemeja putih dengan dasi loreng-loreng itu. Di meja hijau tadi, Yusril Ihza Mahendra, sang pengacara, berhasil membersihkan nama kliennya, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus Eks Dirut PLN Dahlan Iskan.

Dengan tenangnya, Yusril keluar dari ruang sidang setelah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengetuk palunya dan menyatakan jika penetapan tersangka korupsi yang disematkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta kepada Dahlan tak sah. Begitu juga segala akibat dari penyidikan turut dianggap tidak sah.

Advokat kelahiran 5 Februari 1956 itu pun angkat suara. Dengan percaya diri, Yusril menyatakan, Kejati DKI Jakarta tak bisa melakukan apa-apa lagi terhadap kliennya itu. Khususnya soal sangkaan korupsi pengadaan gardu listrik yang dituduhkan kepada Dahlan.

  

Dia mengatakan, keputusan praperadilan PN Jaksel yang telah diketuk palu oleh hakim tunggal Lendriaty Janis bersifat final dan mengikat alias berkekuatan hukum tetap.

"Keputusan ini bersifat final dan mengikat. Jadi mulai hari ini tidak ada lagi yang bisa dilakukan kejaksaan (tinggi) karena putusan ini sudah inkrach. Dan tidak ada lagi upaya banding dan kasasi," ujar Yusril usai sidang putusan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Selasa 4 Agustus 2015.

Apa sebenarnya yang menjadi 'senjata' Yusril hingga pengadilan sepakat jika penetapan tersangka terhadap Dahlan tak sah?

Jawabannya, barang bukti. Dalam amar putusannya, hakim tunggal Lendriaty Janis menyatakan, Kejati DKI Jakarta tidak memiliki bukti yang cukup dalam proses penetapan tersangka kepada Dahlan.

"Dari termohon tidak memenuhi unsur bukti dan saksi yang cukup," kata Hakim Lendriaty saat sidang tadi.

Mengenai hal ini, Yusril pun angkat bicara. Mantan Menteri Kehakiman itu menjelaskan, penetapan tersangka terhadap seseorang seharusnya dimulai dengan penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terlebih dulu.

Setelah itu, kata dia, lembaga penegak hukum harus menemukan minimum 2 alat bukti sebagaimana diatur Pasal 184 KUHAP. Barulah bisa ditetapkan sebagai tersangka.

"Tapi kenyataannya dalam kasus Pak Dahlan ini, ditetapkan dulu sebagai tersangka baru dicari alat buktinya. Dan itu oleh pengadilan dianggap tidak sah," tutur Dahlan.

Karena itu, Yusril berharap ke depannya para penegak hukum lebih berhati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.

‎"Jadi ini sangat penting bagi penegakan hukum. Dan kami berharap penegakan hukum di mana-mana harus seperti itu, sesuai KUHAP dan putusan MK yang menyatakan bahwa penetapan tersangka menjadi objek praperadilan," tutur Yusril.

Sumber Liputan6
Previous
Next Post »
Thanks for your comment